Hi semuanya, pada postingan kali ini saya akan memberikan sedikit informasi mengenai pendekatan ContekXtual Teaching and Learning atau yang sering disebut dengan CTL.
Kata
kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang
berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks) ” Adapun pengertian
CTL menurut Tim Penulis Depdiknas (2003: 5) adalah sebagai berikut:
Pembelajaran Konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi dan penelitian sebenarnya (authentic
assessment). Sedangkan menurut Jhonson (2006: 67) yang mendefinisikan pembelajaran
kontekstual (CTL) sebagai berikut: Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan
yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang
mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks pribadi, sosial dan
budaya mereka.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual merupakan sebuah strategi pembelajaran yang dianggap
tepat untuk saat ini karena materi yang diajarkan oleh guru selalu dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan menggunakan pembelajaran
kontekstual, materi yang disajikan guru akan lebih bermakna. Siswa akan menjadi
peserta aktif dan membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam
kehidupan mereka.
1. Prinsip-prinsip
dalam Pembelajaran CTL
Model
pembelajaran kontekstual mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran.
Menurut Ditjen Dikdasmen Depdiknas 2002, dalam Gafur (2003: 2) menyebutkan
bahwa kurikulum dan pembelajaran kontekstual perlu didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Keterkaitan,
relevansi (relation). Proses belajar hendaknya ada keterkaitan dengan
bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri
siswa.
b) Pengalaman
langsung (experiencing). Pengalaman langsung dapat diperoleh
melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventory,
investigasi, penelitian dan sebagainya. Experiencing dipandang
sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung
cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan
sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain
secara aktif.
c) Aplikasi
(applying). Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang
dipelajari dalam dengan guru, antara siswa dengan narasumber, memecahkan
masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok
dalam pembelajaran kontekstual.
d) Alih
pengetahuan (transferring). Pembelajaran kontekstual
menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan konteks yang lain
merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari pada sekedar hafal.
e) Kerja
sama (cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran,
mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa,
antara siswa.
f) Pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.
Berdasarkan
uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut merupakan bahan acuan untuk menerapkan
metode kontekstual dalam pembelajaran. Implementasi metode kontekstual lebih
mengutamakan strategi pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses
pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
2. Karakteristik
Pembelajaran CTL
Menurut Johnson dalam Nurhadi (2003 : 13), ada 8 komponen
yang menjadi karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai
berikut :
a) Melakukan
hubungan yang bermakna (making meaningfull connection). Siswa dapat
mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapatbekerja sendiri atau
bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning
by doing).
b) Melakukan
kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa
membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam
kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masayarakat.
c) Belajar
yang diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan
yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada
hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang
sifatnya nyata.
d) Bekerja
sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja
secara efektif dalam kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka
saling mempengaruhi dan salingberkomunikasi.
e) Berpikir
kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat
menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif :
dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan,
dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
f) Mengasuh
atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara
pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang
tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil
tanpa dukungan orang dewasa.
g) Mencapai
standar yang tinggi (reaching high standard). Siswa mengenal dan
mencapai standar yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa
untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang
disebut “excellence”.
h) Menggunakan
penilain autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan
pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang
bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah
mereka pelajari untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.
3. Komponen-komponen Pembelajaran CTL
a)
Kontruktivisme (contructivism)
Kontruktivisme
merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak seakan-akan. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil dan
diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata, karena pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman nyata.
Menurut Zahorik (1995: 14-22), mengemukakan bahwa terdapat lima elemen yang
harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, antara lain sebagai
berikut:
1. Pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge).
2. Pemerolehan
pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara
keseluruhan terlebih dahulu, kemudianmemperhatikan detailnya.
3. Pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun konsep
sementara (hipotesis, melakukan sharing kepada orang lain agar
mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, konsep
tersebut direvisi dan dikembangkan.
4. Mempraktekan
pengetahuan dan pengalaman tersebut (applyingknowledge).
5. Melakukan
refleksi (reflecting knowledge) terhadap straregi pengembangan
pengetahuan tersebut.
b) Menemukan
(inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan berbasis
CTL. Carin dan Sund (1975) dalam Mulyasa (2005: 108) mengemukakan bahwa inqury
adalah the pricess of investigating a problem. Sedangkan
Piaget mengemukakan bahwa: Metode inquiry merupakan metode yang mempersiapkan
peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar
melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaanpertanyaaan,
dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan
penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan
peserta didik lain.
c) Bertanya (questioning)
Bertanya merupakan strategi penting dalam pembelajaran
yang berbasis CTL, karena pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula
dari proses bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan
guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Sedangkan bagi siswa bertanya menunjukan ada perhatian terhadap materi yang
dipelajari dan kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan
apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum
diketahuinya.
d) Masyarakat
Belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar (learning community)
ialah hasil pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru
dalam pembelajaran kontekstual (CTL) selalu melaksanakan pembelajaran dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang
lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang belum tahu, dan seterusnya. Sehingga
kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, keanggotaannya, jumlah bahkan
bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan
mendatangkan ahli ke kelas.
Pengembangan masyarakat belajar (learning
community), akan senantiasa mendorong terjadinya proses komunikasi
multi arah. Masing-masing pihak yang melakukan kegiatan belajar dapat menjadi
sumber belajar. Depdiknas, (2003: 16) Metode pembelajaran dengan tekhnik “learning
community” sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam
pembelajaran terwujud dalam:
(1)Pembentukan kelompok kecil.
(2)Pembentukan kelompok besar.
(3)Mendatangkan ahli ke kelas.
(4)Bekerja dengan kelas sederajat.
(5)Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya.
(6)Bekerja dengan masyarakat.
e) Pemodelan (modeling)
Komponen CTL yang lain adalah pemodelan. Proses
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu ada model yang bisa
ditiru. Tugas guru memberi model tentang bagaimana cara
bekerja. Guru bukan satu-satunya model dalam pembelajaran CTL.
Pemodelan disini adalah bahwa dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang
bisa ditiru oleh para peserta didik. Guru memberi model tentang bagaimana cara
belajar, namun pada metode kontekstual guru bukanlah satu-satunya model, karena
model dapat juga didatangkan dari luar untuk kemudian dihadirkan di kelas.
f) Refleksi
(reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan dimasa
yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau
pengetahuan yang baru diterima. Refleksi dilakukan ketika pelajaran berakhir, siswa
merenung tentang kesalahannya dalam belajar, yang baru dia ketahui setelah
mendapatkan pengetahuan baru tentang hal itu, dan kemudian ia memperbaiki
kesalahannya itu
g) Penilaian
yang sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian
adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan perkembangan
belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar perlu diketahui oleh guru agar
bisa mengetahui bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
Gambaran proses dan kemajuan belajar siswa perlu diketahui sepanjang proses
pembelajaran. Karena itu penilaiantidak hanya dilakukan pada akhir periode
sekolah, tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari
kegiatan pembelajaran. Menurut Jhonson (2006: 288), penilaian autentik
berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengharuskan
membangun keterkaitan dan kerjasama, menanamkan tingkat berpikir yang lebih
tinggi.
nah teman-teman dibawah ini sebuah video peerteaching saya mengenai pendekatan CTL, materi luas permukaan balok. maaf apa bila terdapat kekeliruan yang terdapat pada video tersebut, dan apabila ada kekeliruan dari video tersebut mohon untuk coment di bawah yaaa,,,,:):):)
0 komentar:
Posting Komentar